Kamis, 27 Oktober 2011

Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat


1. Pemeriksaan plasenta   setelah persalinan merupakan keterampilan yang sangat penting yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya perdarahan pascapartum dan infeksi. Struktur dan tampilan Plasenta adalah struktur berbentuk diskus yang memiliki dua permukaan yaitu permukaan maternal dan permukaan janin. Terkadang plasenta berkembang dengan struktur dan tampilan abnormal seperti plasenta sirkumvalat. Plasenta melebar di bawah permukaan endometrium dan kantong embrionik membesar di atasnya, endometrium di antara keduanya terdesak dan hancur, menyebabkan terbentuknya membrane aseluler, dan dapat memengaruhi penempelan plasenta di desidua sehingga meningkatkan risiko terjadinya abrupsio plasenta. Plasenta memiliki cincin tebal putih_abu-abu menonjol yang mengelilingi bagian tengah permukaan janin, cincin tersebut terjadi akibat terlipatnya selaput janin ke arah belakang (Blackburn & Loper ,1992). Pada kehamilan cukup bulan, berat plasenta sekitar 500-600 gr (kira-kira 1/6 berat badan bayi) , diameternya 15-20 cm dengan tebal 2-3 cm. pengekleman tali pusat yang terlalu dini dapat menyebabkan plasenta menjadi lebih ringan. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah darah yang dialirkan dari plasenta ke bayi pada saat kelahiran. Plasenta yang besar dapat berhubungan dengan ibu yang diabetes dan kehamilan kembar, plasenta yang kecil berhubungan dengan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine kronis. Pada bagian permukaan janin, plasenta tampak berkilau karena lempeng korion , membrane tipis yang bersambungan dengan korion, dan amnion, yang menutupi permukaan. Pada bagian permukaan janin terdapat 50-60 lobus atau kotiledon yang terbagi dalam 1-5 lobus. Terkadang plasenta terdiri atas dua (bipartal atau tiga (tripartal) lobus yang berbeda dengan tali pusat berada disetiap lobusnya. Tali pusat tersebut sebenarnya hanya satu, tetapi saat mendekati permukaan plasent a tali pusat tersebut mengalami percabangan dua atau tiga untuk mengalirkan darah ke setiap lobus. Pembuluh darah, cabang vena dan arteri umbilikalis tampak dengan jelas keluar dari titik insersi tali pusat, yangbiasanya terletak di tengah atau agak kesamping . tali pusat tertanam di tepi plasenta insersi “battledore” biasanya tidak signifikan, perlekatannya rapuh, meningkatkan resiko terlepas pada saat penarikan tali pusat terkendali, insersi “velamentosa” yaitu insersi tali pusat pada selaput janin, dimana pembuluh darah mengalir menembus selaput janin menuju plasenta . perlekatannya sangat rapuh, dapat putus pada saat penarikan tali pusat terkendali . pembuluh darah dapat berada di ostirium maupun artificial, akan menimbulkan perdarahan janin yang massif. Pada plasenta bagian permukaan maternal, plasenta terdiri dari 15 – 20 koti ledon (yang oleh septum) yang muncul dari 2 vili utama atau lebih serta percabangannya. Selama trimester kedua dan ketiga, dapat terjadi penumpukan fibrin disekitar vili, yang menyebabkan infark vili yang terpisah. Hal ini biasanya tidak signifikan kecuali jika kejadiannya berlebihan, memengaruhi pertukaran nutrisi dan produk sisa antara sirkulasi ibu dan janin sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine. Klasifikasi akibat penumpukan garam kapur pada permukaan dapat dirasakan seperti berpasir, hal ini tidak signifikan. Terkadang kotiledon berada di selaput ketuban, terpisah dari plasenta, tetapi dihubungkan oleh pembuluh darah lobus “suksemturiata”. Bila tertinggal dalam uterus, dapat mencetuskan perdarahan pasca partum dan infeksi seperti halnya jika selaput ketuban yang tertinggal didalam uterus. Selaput plsenta harus diperiksa dengan cermat untuk adanya lobus yang hilang, dicurigai bila terdapat lubang yang tidak jelas penyebabnya pada koriun, terutama bila pembuluh darah mengalir kearah lubang dan tiba-tiba berhenti mengalir. Plasenta yang pucat dapat terjdi akibat pengkleman tali pusat yang terlambat sehingga darah yang tertinggal diplasenta hanya sedikit, dapat pula mengindikasikan terjadinya anemia intrauterine. Mekonium juga dapat terlihat pada plasenta bagian permukaan janin, yang merupakan tanda-tanda infeksi dan hiperbilirubinemia. Plasenta yang berbau busuk sering mengindikasikan adanya infeksi intrauterine. Prosedur pemeriksaan plasenta § Jelaskan prosedur pada orang tua, dan tanyakan apakah nereka ingin mengopserpasi pemeriksaan § Siapkan alat : - Sarung tangan dan apron - Kantong sekali pakai untuk plasenta - Penutup pelindung sekali pakai - Plasenta   § Cuci tangan dan pakai sarung tangan dan apron  Letakkan plasenta diatas penutup (letakkan diatas permukaan datar)§ dengan permukaan janin menghadap keatas, cacat ukuran, bentuk dan bahu serta warnanya. § Periksa tali pusat, catat panjangnya, titik insersi dan kemungkinan adanya simpul  Hitung jumlah pembuluh darah diujung potongan tali pusat (bila§ ujungnya sudah hancur, potong lagi sedikit tali pusat, dan hitung jumlah pembuluh darah yang ada). § Observasi permukaan janin untuk adanya ketidakteraturan  Pegang tali pusat dengan tali tangan non-dominan, angkat plasenta dan§ periksa robekan selaput plasenta dan kembalikan ketempatnya  Buka membran plasenta ke arah luar, periksa adanya pembuluh darah§ atau lobus tambahan, atau adanya lubang yang tidak penyebabnya § Pisahkan amnion dan korion, tarik amnion ke arah belakang melewati dasar tali pusat § Balik plasenta sehingga permukaan maternal berada diatas § Periksa kotiledon, periksa kelengkapannya, catat ukuran dan jumlah area yang mengalami infark atau terdapat bekuan darah § Timbang dan cuci plasenta bila diindikasikan § Buang placenta dan bereskan alat dengan benar § Cuci tangan § Diskusikan hasilnya dengan orang tua § Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai Bila diperlukan darah tali pusat,mis; pada ibu dengan rhesus-negatif, maka dianjurkan agar darah tali pusat diambil dari plasenta bagian permukaan janin pada saat pembuluh darah berkongesti dan dapat dilihat. Sampel harus diambil secepatnya sebelum darah membeku dan biasanya dilakukan sebelum pemeriksaan plasenta. Dibeberapa unit meternitas, plasenta dikumpukan dan bekukan untuk tujuan penelitian, yang dapat meliputi plasenta atau tali pusat. Darah tali pusat dapat didonorkan ke London Cord Blood Bank dan digunakan untuk berbagai penyakit hematologis, seperti leukemia. Penelitian histologi dapat diperlukan untuk situasi tertentu, seperti kelahiran kembar, kelahiran praterm, lahir mati, dan kecurigaan infeksi. Tanda pelepasan dan penurunan plasenta - Perdarahan : 30-60 ml darah dapat keluar dari vagina ( hal ini juga dapat terjadi akibat pelepasan plasenta parsial, meskipun perdarahan sering kali lebih banyak, atau akibat laserasi). - Pemanjangan tali pusat : hal ini terjadi karena penurunan plasenta, tetapi dapat juga terjadi bila tali pusat bergulung dan kemudian melurus. - Uterus membulat, mengeras, meninggi, mobile dan terasa melengking : hal ini dikaji dengan mempalpasi pundus, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebatkan kontraksi yang tidak teratur, mengakibatkan pelepasan sebagian plasenta dan selaput ketuban, dan perdarahan hebat. Fundus dapat teraba dibawah umbilikalis, dan teraba lebih lebar, sampai plasenta telepas dan turun kebagian bawah uterus. Tinggi fundus bertambah, biasanya diatas umbilikalis, dengan fundus yang menyempit. Pengendalian perdarahan Perdarahan dari tempat pelepasan plasenta dapat terjadi banyak dan cepat, karena pada kehamilan aterm sirkulasi plasenta diperkirakan sebesar 500-800 ml /menit. Mengendalikan perdarahan merupakan hal yang sangat penting.tubuh berupaya mengendalikan perdarahan melalui 3 cara : 1. Serat oblik bagian tengah dari uterus berkontraksi dan beretraksi , sehingga terjadi komplikasi pembuluh darah yang mwngalir disekitar nya. Hal ini menyebabkan kekusutan pembuluh darah sehingga aliran darah melambat dan berhenti, memungtkinkan terbentuknya bekuan darah. 2. Dinding uterus mengecil, menimbulkan tekanan pada daerah plasenta. 3. Mekanisme pembekuan darah mulai bekerja pada daerah bekas plasenta, pada sinus dan pembuluh darah yang robek. Jaringan yang rusak melepaskan trombokinase yang mengubah protrombin menjadi thrombin . hal ini dikombinasikan lagi dengan trombosit untuk membentuk bekuan. Agar proses pembekuan darah berlangsung secara efisien diperlukan vitamin K, kalsium dan factor pembekuan lainnya . 2. Pemeriksaan Selaput Ketuban Amnion dan korion terdiri dari selaput janin, yang tampak menyatu sebenarnya tidak . menarik salah satunya dapat merusaknya, amnion dapat ditarik kearah tali pusat. Amnion terasa halus, tembus cahaya dan liat, sedangkan karion lebih tebal, keruh dan rapuh. Korion mulai terdapat di tepi plasenta dan melebar ke sekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput ketuban akan berlubang karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata, kemungkinana ada bagian yang tertinggal di uterus. Hal ini dapat mempengaruhi kontraktillitas uterus dan mencetuskan perdarahan pascapartum. Hal ini juga menjadi media tumbuhnya mikroorganisme, yang menjadi pencetus infeksi. Bekuan pascapartum yang keluar harus diperiksa untuk adanya selaput ketuban. 3. Pemeriksaan Tali Pusat Tali pusat terdiri dari dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis, dikelilingi oleh jeli warthon dan ditutupi oleh amnion. Tali pusat dengan dengan jumlah pembuluh darah kurang dari tiga mengindikasikan adanya abnormalitas congenital, bayi harus di rujuk ke dokter anak dan sampel tali pusat diperlukan dianalisis. Panjang tali pusat adalah 50 cm (berkisar 30 – 90 cm), diameter 1-2 cm dan berbentuk spiral untuk melindungi pembuluh darah dari tekanan. Tali pusat yang pendek adalah tali pusat yang panjangnya kurang dari 40 cm, dan hal ini biasanya tidak signifikan, kecuali jika terlalu pendek, karena pada saat anin turun kerongga panggul tali pusat akan tertarik dan terjadi juga tarikan pada plasenta. Tali pusat yang terlalu panjang dapat melilit janin atau tersimpul, sehingga terjadi penyumbatan pembuluh darah, risiko presentasi atau prolaps tali pusat mengalami peningkatan jika tali pusat terlalu panjang, terutama bila bagian terendah janin tidak sesuai dengan serviks. Lilitan palsu dapat terjadi jika pembuluh darah lebih panjang dari tali pusat dan memebentuk lingkaran di jeli wharton, hal ini tidak begitu bermakna. Tali pusat yang terlalu besar atau terlalu kecil akan sulit untuk diklem setelah kelahiran. Pengkleman tali pusat Kebiasaan memotong tali pusat mulai diperkenal kan pada abat ke – 17, bersamaan dengan dilakukan nya praktik persalinan ditempat tidur. Akibatnya, tempat tidur menjadi basah oleh darah dan kemudian pengkleman tali pusat mulai banyak dilakukan untuk mengurangi hal tersebut. Pelepasan plasenta tergantung pada kemampuan uterus untuk berkontraksi dan beretraksi, memeras plasenta. Bila tali pusat di klem, terjadi tahanan balik di plasenta, memecah aliran darah kebayi. Ukuran plasenta tidak banyak berkurang dan dijaga agar tidak terjadi kompresi. Hal ini dapat menghambat kontraksi dan retraksi, memperlambat proses pelepasan. Efek dari hal ini ada dua macam : 1. Penundaan pelepasan plasenta,yang berarti penundaan penutupan pembuluh darah ibu yang rupture, meningkatnya ukuran bekuan retroplasenta dan meningkatnya resiko perdarahan. 2. Serviks dapat mengalami retraksi sebelum plasenta dikeluarkan, menyebabkan tertahanya plasenta, yang sering memerlukan tindakan manual untuk mengeluarkan plasenta dan selaput janin dibawah anastesia epidural, spinal atau umum. Pengkleman tali pusat dan isoimunisasi rhesus Bila tali pusat sudah dijepit, akan lebih banyak darah janin yang tertinggal di plasenta, meningkatkan tekanan didalam plasenta. Pada saat uterus berkontraksi, tekanan meningkat lagi dan permukaan pembuluh darah plasenta mengalami rupture. Sel darah janin dilepaskan kedalam rongga uterus dan dapat masuk kesirkulasi ibu. Bila bayi memiliki rhesus positif sedangkan ibu mempunyai rhesus negative, ibu akan memproduksi antibody yang berlawanan dengan sel darah dengan rhesus positif. Isoimunisasi rhesus dapat mempengaruhi kehamilan berikutnya karena antibody cukup kecil untuk dapat menembus plasenta dan melakukan hemolisis terhadap sel janin jika janin memiliki rhesus positif. Semua ibu dengan rhesus negative yang memiliki bayi dengan rhesus positif harus mendapatkan anti immunoglobulin D pada saat persalinan untuk mengurangi risiko terjadinya isoimunisasi. Pengkleman tali pusat dan dampaknya pada bayi Pada persalinan kala III, selama tali pusat masih berdenyut, 75-125 ml darah masih dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Darah tambahan ini diperlukan untuk sirkulasi paru yang baru terbentuk. Pengkleman tali pusat yang terlalu cepat akan mengurangi jumlah darah yang dialirkan ke bayi, sehingga menimbulkan hipovolaemia. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sindrom distres pernapasan dan memburuknya kondisi bayi yang lahir dengan Hb rendah. Kinmond et al. (1993) menemukan bahwa memperlambat penjepitan tali pusat memungkinkan terjadinya aliran darah ke bayi, dan memperbaiki kondisi bayi praterm. Bila obat oksitosin diberikan dan tali pusat tidak dijepit, akan terjadi resiko aliran darah yang berlebihan dari plasenta ke bayi yang masih dapat menerima setengah dari jumlah volume darah totalyang ada ditubuhnya. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya ikterik dan bila sudah memburuk, dapat terjadi beban sirkulasi yang berlebihan. Oleh karena itu untuk mencegahnya, tali pusat harus diklem sesegerra mungkin bila diberikan oksitosin. Bila bayi ditempatkan 40 cm lebih rendah dari introitus, transpusi plasenta akan selesai secaraa fisiologis dalam waktu 30 detik, bila bayi berada diatas 40 cm, proses transfusi plasenta terjadi lebih lambat. Bila diperlukan obat oksitosin, bayi dapat ditempatkan dibawah introitus selama 30 detik (posisi tersebut ideal untuk posisi ibu tegak, all fours atau berjongkok, dan sulit bila posisi ibu semirekumben atau miring kekiri). Setelah itu, barulah obat oksitosik dapat diberikan dan tali pusat diklem. Ujung tali pusat ibu dapat dibiarkan tanpa diklem untuk mengurangi gangguan proses fisiologis.